Pengelolaan Keuangan BADAN LAYANAN UMUM
Dasar Hukum :
UU NO.1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, Pasal 68 dan 69 :
UU NO.1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, Pasal 68 dan 69 :
Pasal 68
(1) Badan Layanan Umum dibentuk untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa.
(2) Kekayaan Badan Layanan Umum merupakan kekayaan negara/daerah yang tidak dipisahkan serta dikelola dan dimanfaatkan sepenuhnya untuk menyelenggarakan kegiatan Badan Layanan Umum yang bersangkutan
(3) Pembinaan keuangan Badan Layanan Umum pemerintah pusat dilakukan oleh Menteri Keuangan dan pembinaan teknis dilakukan oleh menteri yang bertanggung jawab atas bidang pemerintahan yang bersangkutan.
(4) Pembinaan keuangan Badan Layanan Umum pemerintah daerah dilakukan oleh pejabat pengelola keuangan daerah dan pembinaan teknis dilakukan oleh kepala satuan kerja perangkat daerah yang bertanggung jawab atas bidang pemerintahan yang bersangkutan.
Pasal 69
(1) Setiap Badan Layanan Umum wajib menyusun rencana kerja dan anggaran tahunan.
(2) Rencana kerja dan anggaran serta laporan keuangan dan kinerja Badan Layanan Umum disusun dan disajikan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari rencana kerja dan anggaran serta laporan keuangan dan kinerja Kementerian Negara/Lembaga/pemerintah daerah.
(3) Pendapatan dan belanja Badan Layanan Umum dalam rencana kerja dan anggaran tahunan sebagaimana dimaksud pada nomor (1) dan nomor (2) dikonsolidasikan dalam rencana kerja dan anggaran Kementerian Negara/Lembaga/pemerintah daerah yang bersangkutan.
(4) Pendapatan yang diperoleh Badan Layanan Umum sehubungan dengan jasa layanan yang diberikan merupakan Pendapatan Negara/Daerah.
(5) Badan Layanan Umum dapat memperoleh hibah atau sumbangan dari masyarakat atau badan lain.
(6) Pendapatan sebagaimana dimaksud pada nomor (4) dan nomor (5) dapat digunakan langsung untuk membiayai belanja Badan Layanan Umum yang bersangkutan.
(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan keuangan Badan Layanan Umum diatur dalam peraturan pemerintah.
PENGELOLAAN KEUANGAN Badan Layanan Umum
11.1. PENGERTIAN Badan Layanan Umum
1.1. Badan Layanan Umum, yang selanjutnya disebut BLU, adalah instansi di lingkungan Pemerintah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas.
1.2. Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum , yang selanjutnya disebut PPK-BLU, adalah pola pengelolaan keuangan yang memberikan fleksibilitas berupa keleluasaan untuk menerapkan praktek-praktek bisnis yang sehat untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa, sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2005, sebagai pengecualian dari ketentuan pengelolaan keuangan negara pada umumnya.
1.3. Rencana Bisnis dan Anggaran BLU, yang selanjutnya disebut RBA, adalah dokumen perencanaan bisnis dan penganggaran yang berisi program, kegiatan, target kinerja, dan anggaran suatu BLU.
1.4. Standar Pelayanan Minimum adalah spesifikasi teknis tentang tolok ukur layanan minimum yang diberikan oleh BLU kepada masyarakat.
1.5. Praktek bisnis yang sehat adalah penyelenggaraan fungsi organisasi berdasarkan kaidah-kaidah manajemen yang baik dalam rangka pemberian layanan yang bermutu dan berkesinambungan.
11.2. TUJUAN DAN AZAS
TUJUAN :
BLU bertujuan untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa dengan memberikan fleksibilitas dalam pengelolaan keuangan berdasarkan prinsip ekonomi dan produktivitas, dan penerapan praktek bisnis yang sehat.
AZAS :
1.1. BLU beroperasi sebagai unit kerja kementerian negara/lembaga/pemerintah daerah untuk tujuan pemberian layanan umum yang pengelolaannya berdasarkan kewenangan yang didelegasikan oleh instansi induk yang bersangkutan.
1.2. BLU merupakan bagian perangkat pencapaian tujuan kementerian negara/lembaga/pemerintah daerah dan karenanya status hukum BLU tidak terpisah dari kementerian negara/lembaga/pemerintah daerah sebagai instansi induk.
1.3. Menteri/pimpinan lembaga/gubernur/bupati/walikota bertanggung jawab atas pelaksanaan kebijakan penyelenggaraan pelayanan umum yang didelegasikannya kepada BLU dari segi manfaat layanan yang dihasilkan.
1.4. Pejabat yang ditunjuk mengelola BLU bertanggung jawab atas pelaksanaan kegiatan pemberian layanan umum yang didelegasikan kepadanya oleh menteri/pimpinan lembaga/gubernur/bupati/ walikota.
1.5. BLU menyelenggarakan kegiatannya tanpa mengutamakan pencarian keuntungan.
1.6. Rencana kerja dan anggaran(RKA-BLU) serta laporan keuangan dan kinerja BLU (LKK-BLU) disusun dan disajikan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari rencana kerja dan anggaran (RKA-KLPD) serta laporan keuangan dan kinerja (LKK-KLPD) kementerian negara/lembaga/SKPD/pemerintah daerah.
1.7. BLU mengelola penyelenggaraan layanan umum sejalan dengan praktek bisnis yang sehat.
11.3. PERSYARATAN, PENETAPAN, DAN PENCABUTAN STATUS BLU
3.1. PERSYARATAN :
(1) Suatu satuan kerja instansi pemerintah dapat diizinkan mengelola keuangan dengan PPK-BLU apabila memenuhi persyaratan: substantif, teknis, dan administratif.
(2) Persyaratan substantif sebagaimana dimaksud pada nomor (1) terpenuhi apabila instansi pemerintah yang bersangkutan menyelenggarakan layanan umum yang berhubungan dengan:
a. Penyediaan barang dan/atau jasa layanan umum;
b. Pengelolaan wilayah/kawasan tertentu untuk tujuan meningkatkan perekonomian masyarakat atau layanan umum; dan/atau
c. Pengelolaan dana khusus dalam rangka meningkatkan ekonomi dan/atau pelayanan kepada masyarakat.
(3) Persyaratan teknis sebagaimana dimaksud pada nomor (1) terpenuhi apabila:
a. kinerja pelayanan di bidang tugas pokok dan fungsi(TUPOKSI)nya layak dikelola dan ditingkatkan pencapaiannya melalui BLU sebagaimana direkomendasikan oleh menteri/pimpinan lembaga/kepala SKPD sesuai dengan kewenangannya; dan
b. kinerja keuangan satuan kerja instansi yang bersangkutan adalah sehat sebagaimana ditunjukkan dalam dokumen usulan penetapan BLU.
(4) Persyaratan administratif sebagaimana dimaksud pada nomor (1) terpenuhi apabila instansi pemerintah yang bersangkutan dapat menyajikan seluruh dokumen berikut:
a. pernyataan kesanggupan untuk meningkatkan kinerja pelayanan, keuangan, dan manfaat bagi masyarakat;
b. pola tata kelola;
c. rencana strategis bisnis;
d. laporan keuangan pokok;
e. standar pelayanan minimum; dan
f. laporan audit terakhir atau pernyataan bersedia untuk diaudit secara independen.
(5) Dokumen sebagaimana dimaksud pada nomor (4) disampaikan oleh unit instansi berkenaan kepada menteri/pimpinan lembaga/kepala SKPD untuk mendapatkan persetujuan (rekomendasi) sebelum disampaikan kepada Menteri Keuangan/Gubernur /Bupati /Walikota, sesuai dengan kewenangannya.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan administratif sebagaimana dimaksud pada nomor (4) diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan /gubernur /bupati /walikota sesuai dengan kewenangannya.(Lihat : PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 07/PMK.02/2006)
3.2. PENETAPAN :
(1) Menteri/pimpinan lembaga/kepala SKPD mengusulkan instansi pemerintah yang memenuhi persyaratan substantif, teknis, dan administratif untuk menerapkan PPK-BLU kepada Menteri Keuangan/gubernur/bupati/walikota, sesuai dengan kewenangannya.
(2) Menteri Keuangan/gubernur/bupati/walikota menetapkan instansi pemerintah yang telah memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada nomor (1) untuk menerapkan PPK-BLU.
(3) Penetapan sebagaimana dimaksud pada nomor (2) dapat berupa pemberian status BLU secara penuh atau status BLU bertahap.
(4) Status BLU secara penuh diberikan apabila seluruh persyaratan sebagaimana dimaksud pada nomor (3.1.) telah dipenuhi dengan memuaskan.
(5) Status BLU-Bertahap diberikan apabila persyaratan substantif dan teknis sebagaimana dimaksud dalam (3.1.) “ketentuan Persyaratan” nomor (2) dan nomor (3) telah terpenuhi, namun persyaratan administratif sebagaimana dimaksud dalam “ketentuan Persyaratan” nomor (4) belum terpenuhi secara memuaskan.
(6) Status BLU-Bertahap sebagaimana dimaksud pada nomor (3) berlaku paling lama 3 (tiga) tahun.
(7) Menteri Keuangan/gubernur/bupati/walikota, sesuai dengan kewenangannya, memberi keputusan penetapan atau surat penolakan terhadap usulan penetapan BLU paling lambat 3 (tiga) bulan sejak diterima dari menteri/pimpinan lembaga/kepala SKPD.
3.3. PENCABUTAN :
(1) Penerapan PPK-BLU berakhir apabila:
a. dicabut oleh Menteri Keuangan/gubernur/bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya;
b. dicabut oleh Menteri Keuangan/gubernur/bupati/walikota berdasarkan usul dari menteri/pimpinan lembaga/kepala SKPD, sesuai dengan kewenangannya; atau
c. berubah statusnya menjadi badan hukum dengan kekayaan negara yang dipisahkan.
(2) Pencabutan penerapan PPK-BLU sebagaimana dimaksud pada nomor (1) huruf a dan huruf b dilakukan apabila BLU yang bersangkutan sudah tidak memenuhi persyaratan substantif, teknis, dan/atau administratif sebagaimana ditentukan dalam ketentuan “3.1.Persyaratan”.
(3) Pencabutan status sebagaimana dimaksud pada nomor (1) huruf c dilakukan berdasarkan penetapan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Menteri Keuangan/gubernur/bupati/walikota, sesuai dengan kewenangannya, membuat penetapan pencabutan penerapan PPK-BLU atau penolakannya paling lambat 3 (tiga) bulan sejak tanggal usul pencabutan sebagaimana dimaksud pada nomor (1) huruf b diterima.
(5) Dalam hal jangka waktu 3 (tiga) bulan sebagaimana dimaksud pada nomor (4) terlampaui, usul pencabutan dianggap ditolak.
(6) Instansi pemerintah yang pernah dicabut dari status PPK-BLU dapat diusulkan kembali untuk menerapkan PPK-BLU sesuai dengan ketentuan dalam ketentuan “3.1.Persyaratan”.
11.4. STANDAR DAN TARIF LAYANAN
4.1. STANDAR LAYANAN :
(1) Instansi pemerintah yang menerapkan PPK-BLU menggunakan standar pelayanan minimum yang ditetapkan oleh menteri /pimpinan lembara /gubernur/ bupati/ walikota sesuai dengan kewenangannya.
(2) Standar pelayanan minimum sebagaimana dimaksud pada nomor (1) dapat diusulkan oleh instansi pemerintah yang menerapkan PPK-BLU.
(3) Standar pelayanan minimum sebagaimana dimaksud pada nomor (1) dan nomor (2) harus mempertimbangkan kualitas layanan, pemerataan dan kesetaraan layanan, biaya serta kemudahan untuk mendapatkan layanan.
4.2. TARIF LAYANAN :
(1) BLU dapat memungut biaya kepada masyarakat sebagai imbalan atas barang/jasa layanan yang diberikan.
(2) Imbalan atas barang/jasa layanan yang diberikan sebagaimana dimaksud pada nomor (1) ditetapkan dalam bentuk tarif yang disusun atas dasar perhitungan biaya per unit layanan atau hasil per investasi dana.
(3) Tarif layanan sebagaimana dimaksud pada nomor (2) diusulkan oleh BLU kepada menteri/pimpinan lembaga/kepala SKPD sesuai dengan kewenangannya.
(4) Usul tarif layanan dari menteri/pimpinan lembaga/kepala SKPD sebagaimana dimaksud pada nomor (3) selanjutnya ditetapkan oleh Menteri Keuangan/gubernur/bupati/walikota, sesuai dengan kewenangannya.
(5) Tarif layanan sebagaimana dimaksud pada nomor (3) dan nomor (4) harus mempertimbangkan:
a. kontinuitas dan pengembangan layanan;
b. daya beli masyarakat;
c. asas keadilan dan kepatutan; dan
d. kompetisi yang sehat.
11.5. PENGELOLAAN KEUANGAN BLU
5.1. Perencanaan dan Penganggaran
5.1.1. Perencanaan
(1). BLU menyusun rencana strategis bisnis lima tahunan dengan mengacu kepada Rencana Strategis Kementerian Negara/Lembaga (Renstra-KL) atau Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD).
(2). BLU menyusun RBA tahunan dengan mengacu kepada rencana strategis bisnis sebagaimana dimaksud pada nomor (1).
(3). RBA sebagaimana dimaksud pada nomor (2) disusun berdasarkan basis kinerja dan perhitungan akuntansi biaya menurut jenis layanannya.
(4). RBA BLU disusun berdasarkan kebutuhan dan kemampuan pendapatan yang diperkirakan akan diterima dari masyarakat, badan lain, dan APBN/APBD.
5.1.2. Penganggaran
(1) BLU mengajukan RBA kepada menteri/pimpinan lembaga/kepala SKPD untuk dibahas sebagai bagian dari RKA-KL, rencana kerja dan anggaran SKPD, atau Rancangan APBD.
(2) RBA sebagaimana dimaksud pada nomor (1) disertai dengan usulan standar pelayanan minimum dan biaya dari keluaran yang akan dihasilkan.
(3) RBA BLU yang telah disetujui oleh menteri/pimpinan lembaga/kepala SKPD diajukan kepada Menteri Keuangan/PPKD, sesuai dengan kewenangannya, sebagai bagian RKA-KL, rencana kerja dan anggaran SKPD, atau Rancangan APBD.
(4) Menteri Keuangan/PPKD, sesuai dengan kewenangannya, mengkaji kembali standar biaya dan anggaran BLU dalam rangka pemrosesan RKA-KL, rencana kerja dan anggaran SKPD, atau Rancangan APBD sebagai bagian dari mekanisme pengajuan dan penetapan APBN/APBD.
(5) BLU menggunakan APBN/APBD yang telah ditetapkan sebagai dasar penyesuaian terhadap RBA menjadi RBA definitif.
5.2. Dokumen Pelaksanaan Anggaran BLU (DIPA/DPA)
(1) RBA BLU sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 nomor (5) PP No.23 Tahun 2005 digunakan sebagai acuan dalam menyusun dokumen pelaksanaan anggaran BLU untuk diajukan kepada Menteri Keuangan/PPKD sesuai dengan kewenangannya.
(2) Dokumen pelaksanaan anggaran BLU sebagaimana dimaksud pada nomor (1) paling sedikit mencakup seluruh pendapatan dan belanja, proyeksi arus kas, serta jumlah dan kualitas jasa dan/atau barang yang akan dihasilkan oleh BLU.
(3) Menteri Keuangan/PPKD, sesuai dengan kewenangannya, mengesahkan dokumen pelaksanaan anggaran BLU paling lambat tanggal 31 Desember menjelang awal tahun anggaran.
(4) Dalam hal dokumen pelaksanaan anggaran sebagaimana dimaksud pada nomor (3) belum disahkan oleh Menteri Keuangan/PPKD, sesuai dengan kewenangannya, BLU dapat melakukan pengeluaran paling tinggi sebesar angka dokumen pelaksanaan anggaran tahun lalu.
(5) Dokumen pelaksanaan anggaran yang telah disahkan oleh Menteri Keuangan/PPKD sebagaimana dimaksud pada nomor (3) menjadi lampiran dari perjanjian kinerja (semacam “Petunjuk Operasional/PO-BLU”) yang ditandatangani oleh menteri/pimpinan lembara/gubernur/bupati/walikota, sesuai dengan kewenangannya, dengan pimpinan BLU yang bersangkutan.
(6) Dokumen pelaksanaan anggaran yang telah disahkan oleh Menteri Keuangan/PPKD, sesuai dengan kewenangannya, sebagaimana dimaksud pada nomor (3) menjadi dasar bagi penarikan dana yang bersumber dari APBN/APBD oleh BLU.
(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyusunan, pengajuan, penetapan, perubahan RBA dan dokumen pelaksanaan anggaran BLU diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan/gubernur/bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.
5.3. Pendapatan dan Belanja
5.3.1. Pendapatan
(1) Penerimaan anggaran yang bersumber dari APBN/APBD diberlakukan sebagai pendapatan BLU.
(2) Pendapatan yang diperoleh dari jasa layanan yang diberikan kepada masyarakat dan hibah tidak terikat yang diperoleh dari masyarakat atau badan lain merupakan pendapatan operasional BLU.
(3) Hibah terikat yang diperoleh dari masyarakat atau badan lain merupakan pendapatan yang harus diperlakukan sesuai dengan peruntukan.
(4) Hasil kerjasama BLU dengan pihak lain dan/atau hasil usaha lainnya merupakan pendapatan bagi BLU.
(5) Pendapatan sebagaimana dimaksud pada nomor (1), nomor (2), dan nomor (4) dapat dikelola langsung untuk membiayai belanja BLU sesuai RBA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 PP No. 23 Tahun 2005.
(6) Pendapatan sebagaimana dimaksud pada nomor (2), nomor (3), dan nomor (4) dilaporkan sebagai pendapatan negara bukan pajak(PNBP) kementerian/lembaga atau pendapatan bukan pajak pemerintah daerah.
5.3.2. Belanja
(1) Belanja BLU terdiri dari unsur biaya yang sesuai dengan struktur biaya yang dituangkan dalam RBA definitif.
(2) Pengelolaan belanja BLU diselenggarakan secara fleksibel berdasarkan kesetaraan antara volume kegiatan pelayanan dengan jumlah pengeluaran, mengikuti praktek bisnis yang sehat.
(3) Fleksibilitas pengelolaan belanja sebagaimana dimaksud pada nomor (2) berlaku dalam ambang batas sesuai dengan yang ditetapkan dalam RBA.
(4) Belanja BLU yang melampaui ambang batas fleksibilitas sebagaimana dimaksud pada nomor (3) harus mendapat persetujuan Menteri Keuangan /gubernur /bupati/ walikota atas usulan menteri/pimpinan lembaga/kepala SKPD, sesuai dengan kewenangannya.
(5) Dalam hal terjadi kekurangan anggaran, BLU dapat mengajukan usulan tambahan anggaran dari APBN/APBD kepada Menteri Keuangan/PPKD melalui menteri/pimpinan lembaga/kepala SKPD sesuai dengan kewenangannya.
(6) Belanja BLU dilaporkan sebagai belanja barang dan jasa kementerian negara/lembaga/SKPD/pemerintah daerah.
5.4. Pengelolaan Kas
(1) Dalam rangka pengelolaan kas, BLU menyelenggarakan hal-hal sebagai berikut:
a. merencanakan penerimaan dan pengeluaran kas;
b. melakukan pemungutan pendapatan atau tagihan;
c. menyimpan kas dan mengelola rekening bank;
d. melakukan pembayaran;
e. mendapatkan sumber dana untuk menutup defisit jangka pendek; dan
f. memanfaatkan surplus kas jangka pendek untuk memperoleh pendapatan tambahan.
(2) Pengelolaan kas BLU dilaksanakan berdasarkan praktek bisnis yang sehat.
(3) Penarikan dana yang bersumber dari APBN/APBD dilakukan dengan menerbitkan Surat Perintah Membayar (SPM) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Rekening bank sebagaimana dimaksud pada nomor (1) huruf c dibuka oleh pimpinan BLU pada bank umum.
(5) Pemanfaatan surplus kas sebagaimana dimaksud pada nomor (1) huruf f dilakukan sebagai investasi jangka pendek pada instrumen keuangan dengan risiko rendah.
5.5. Pengelolaan Piutang dan Utang
5.5.1. Pengelolaan Piutang
(1) BLU dapat memberikan piutang sehubungan dengan penyerahan barang, jasa, dan/atau transaksi lainnya yang berhubungan langsung atau tidak langsung dengan kegiatan BLU.
(2) Piutang BLU dikelola dan diselesaikan secara tertib, efisien, ekonomis, transparan, dan bertanggung jawab serta dapat memberikan nilai tambah, sesuai dengan praktek bisnis yang sehat dan berdasarkan ketentuan peraturan perundangundangan.
(3) Piutang BLU dapat dihapus secara mutlak atau bersyarat oleh pejabat yang berwenang, yang nilainya ditetapkan secara berjenjang.
(4) Kewenangan penghapusan piutang secara berjenjang sebagaimana dimaksud pada nomor (3) ditetapkan dengan Peraturan Menteri Keuangan/gubernur/bupati/walikota,
sesuai dengan kewenangannya, dengan memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan.
5.5.2. Pengelolaan Utang
(1) BLU dapat memiliki utang sehubungan dengan kegiatan operasional dan/atau perikatan peminjaman dengan pihak lain.
(2) Utang BLU dikelola dan diselesaikan secara tertib, efisien, ekonomis, transparan, dan bertanggung jawab, sesuai dengan praktek bisnis yang sehat.
(3) Pemanfaatan utang yang berasal dari perikatan peminjaman jangka pendek ditujukan hanya untuk belanja operasional.
(4) Pemanfaatan utang yang berasal dari perikatan peminjaman jangka panjang ditujukan hanya untuk belanja modal.
(5) Perikatan peminjaman dilakukan oleh pejabat yang berwenang secara berjenjang berdasarkan nilai pinjaman.
(6) Kewenangan peminjaman sebagaimana dimaksud pada nomor (5) diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan/gubernur/bupati/walikota.
(7) Pembayaran kembali utang sebagaimana dimaksud pada nomor (1) merupakan tanggung jawab BLU.
(8) Hak tagih atas utang BLU menjadi kadaluarsa setelah 5 (lima) tahun sejak utang tersebut jatuh tempo, kecuali ditetapkan lain oleh undang-undang.
5.6. Investasi
(1) BLU tidak dapat melakukan investasi jangka panjang, kecuali atas persetujuan Menteri Keuangan/gubernur/bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.
(2) Keuntungan yang diperoleh dari investasi jangka panjang merupakan pendapatan BLU.
5.7. Pengelolaan Barang
5.7.1. PENGADAAN
(1) Pengadaan barang/jasa oleh BLU dilakukan berdasarkan prinsip efisiensi dan ekonomis, sesuai dengan praktek bisnis yang sehat.
(2) Kewenangan pengadaaan barang/jasa sebagaimana dimaksud pada nomor (1) diselenggarakan berdasarkan jenjang nilai yang diatur dalam Peraturan MenteriKeuangan/gubernur/bupati/walikota.
5.7.2. PENGELOLAAN
(1) Barang inventaris milik BLU dapat dialihkan kepada pihak lain dan/atau dihapuskan berdasarkan pertimbangan ekonomis.
(2) Pengalihan kepada pihak lain sebagaimana dimaksud pada nomor (1) dilakukan dengan cara dijual, dipertukarkan, atau dihibahkan.
(3) Penerimaan hasil penjualan barang inventaris sebagai akibat dari pengalihan sebagaimana dimaksud pada nomor (2) merupakan pendapatan BLU.
(4) Pengalihan dan/atau penghapusan barang inventaris sebagaimana dimaksud pada nomor (1), nomor (2), dan nomor (3) dilaporkan kepada menteri/ pimpinan lembaga/kepala SKPD terkait.
(5) BLU tidak dapat mengalihkan dan/atau menghapus aset tetap, kecuali atas persetujuan pejabat yang berwenang.
(6) Kewenangan pengalihan dan/atau penghapusan aset tetap sebagaimana dimaksud pada nomor (1) diselenggarakan berdasarkan jenjang nilai dan jenis barang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(7) Penerimaan hasil penjualan aset tetap sebagai akibat dari pengalihan sebagaimana dimaksud pada nomor (2) merupakan pendapatan BLU.
(8) Pengalihan dan/atau penghapusan aset tetap sebagaimana dimaksud pada nomor (2) dan nomor (3) dilaporkan kepada mnteri/pimpinan lembaga/kepala SKPD terkait.
(9) Penggunaan aset tetap untuk kegiatan yang tidak terkait langsung dengan tugas pokok dan fungsi BLU harus mendapat persetujuan pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(10). Tanah dan bangunan BLU disertifikatkan atas nama Pemerintah Republik Indonesia/pemerintah daerah yang bersangkutan.
(11). Tanah dan bangunan yang tidak digunakan BLU untuk penyelenggaraan tugas pokok dan fungsinya dapat dialihgunakan oleh menteri/pimpinan lembaga/kepala SKPD terkait dengan persetujuan Menteri Keuangan /gubernur/bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.
5.8. Penyelesaian Kerugian
Setiap kerugian negara/daerah pada BLU yang disebabkan oleh tindakan melanggar hukum atau kelalaian seseorang diselesaikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai penyelesaian kerugian negara/daerah.
5.9. Akuntansi, Pelaporan, dan Pertanggungjawaban Keuangan
5.9.1. SISTEM INFORMASI
BLU menerapkan sistem informasi manajemen keuangan sesuai dengan kebutuhan dan praktek bisnis yang sehat.
5.9.2. Sistem Akuntansi
(1) Setiap transaksi keuangan BLU harus diakuntansikan dan dokumen pendukungnya dikelola secara tertib.
(2) Akuntansi dan laporan keuangan BLU diselenggarakan sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan Pemerintah yang diterbitkan oleh Asosiasi profesi akuntansi Indonesia.
(3) Dalam hal tidak terdapat standar akuntansi sebagaimana dimaksud pada nomor (2), BLU dapat menerapkan standar akuntansi industri yang spesifik setelah mendapat persetujuan Menteri Keuangan.
(4) BLU mengembangkan dan menerapkan sistem akuntansi dengan mengacu pada standar akuntansi yang berlaku sesuai dengan jenis layanannya dan ditetapkan oleh menteri/pimpinan lembara/gubernur/bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.
5.9.3. PELAPORAN
(1) Laporan keuangan BLU sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 nomor (2) PP No. 23 Tahun 2005, setidak-tidaknya meliputi laporan realisasi anggaran/laporan operasional, neraca, laporan arus kas, dan catatan atas laporan keuangan, disertai laporan mengenai kinerja.
(2) Laporan keuangan unit-unit usaha yang diselenggarakan oleh BLU dikonsolidasikan dalam laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada nomor (1).
(3) Lembar muka laporan keuangan unit-unit usaha sebagaimana dimaksud pada nomor (2) dimuat sebagai lampiran laporan keuangan BLU.
(4) Laporan keuangan BLU sebagaimana dimaksud pada nomor (1) disampaikan secara berkala kepada menteri/pimpinan lembaga/gubernur/bupati/walikota, sesuai dengan kewenangannya, untuk dikonsolidasikan dengan laporan keuangan kementerian negara/lembaga/SKPD/pemerintah daerah.
(5) Laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada nomor (1) disampaikan kepada menteri/pimpinan lembaga/kepala SKPD serta kepada Menteri Keuangan/gubernur/bupati/walikota, sesuai dengan kewenangannya, paling lambat 1 (satu) bulan setelah periode pelaporan berakhir.
(6) Laporan keuangan BLU merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari laporan pertanggungjawaban keuangan kementerian negara/lembaga/SKPD/pemerintah daerah.
(7) Penggabungan laporan keuangan BLU pada laporan keuangan kementerian negara/lembaga/SKPD/pemerintah daerah dilakukan sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan.
(8) Laporan pertanggungjawaban keuangan BLU diaudit oleh pemeriksa ekstern sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
5.10. Akuntabilitas Kinerja
(1) Pimpinan BLU bertanggungjawab terhadap kinerja operasional BLU sesuai dengan tolok ukur yang ditetapkan dalam RBA.
(2) Pimpinan BLU mengihktisarkan dan melaporkan kinerja operasional BLU secara terintegrasi dengan laporan keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 nomor (1)PP Nomor 23 Tahun 2005.
5.11. Surplus dan Defisit
5.11.1. SURPLUS
Surplus anggaran BLU dapat digunakan dalam tahun anggaran berikutnya kecuali atas perintah Menteri Keuangan/gubernur/bupati/walikota, sesuai dengan kewenangannya, disetorkan sebagian atau seluruhnya ke Kas Umum Negara/Daerah dengan mempertimbangkan posisi likuiditas BLU.
5.11.2. DEFISIT
(1) Defisit anggaran BLU dapat diajukan pembiayaannya dalam tahun anggaran berikutnya kepada Menteri Keuangan/PPKD melalui menteri/pimpinan lembaga/kepala SKPD, sesuai dengan kewenangannya.
(2) Menteri Keuangan/PPKD, sesuai dengan kewenangannya dapat mengajukan anggaran untuk menutup defisit pelaksanaan anggaran BLU dalam APBN/APBD tahun anggaran berikutnya.
11.6. TATA KELOLA, PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
6.1. Kelembagaan, Pejabat Pengelola, dan Kepegawaian
6.1.1. KELEMBAGAAN
Dalam hal instansi pemerintah perlu mengubah status kelembagaannya untuk menerapkan PPK-BLU, perubahan struktur kelembagaan dari instansi pemerintah tersebut berpedoman pada ketentuan yang ditetapkan oleh menteri yang bertanggung jawab di bidang pendayagunaan aparatur negara.
6.1.2. PEJABAT PENGELOLA
(1) Pejabat pengelola BLU terdiri atas:
a. Pemimpin ;
b. Pejabat keuangan; dan
c. Pejabat teknis.
(2) Pemimpin sebagaimana dimaksud pada nomor (1) huruf a berfungsi sebagai penanggung jawab umum operasional dan keuangan BLU yang berkewajiban:
a. menyiapkan rencana strategis bisnis BLU;
b. menyiapkan RBA tahunan;
c. mengusulkan calon pejabat keuangan dan pejabat teknis sesuai dengan ketentuan yang berlaku; dan
d. menyampaikan pertanggungjawaban kinerja operasional dan keuangan BLU.
(3) Pejabat keuangan BLU sebagaimana dimaksud pada nomor (1) huruf b berfungsi sebagai penanggung jawab keuangan yang berkewajiban :
a. mengkoordinasikan penyusunan RBA;
b. menyiapkan dokumen pelaksanaan anggaran BLU;
c. melakukan pengelolaan pendapatan dan belanja;
d. menyelenggarakan pengelolaan kas;
e. melakukan pengelolaan utang-piutang;
f. menyusun kebijakan pengelolaan barang, aset tetap, dan investasi BLU;
g. menyelenggarakan sistem informasi manajemen keuangan; dan
h. menyelenggarakan akuntansi dan penyusunan laporan keuangan.
(4) Pejabat teknis BLU sebagaimana dimaksud pada nomor (1) huruf c berfungsi sebagai penanggung jawab teknis di bidang masing-masing yang berkewajiban:
a. menyusun perencanaan kegiatan teknis di bidangnya;
b. melaksanakan kegiatan teknis sesuai menurut RBA; dan
c. mempertanggungjawabkan kinerja operasional di bidangnya.
6.1.3. KEPEGAWAIAN
(1) Pejabat pengelola BLU dan pegawai BLU dapat terdiri dari pegawai negeri sipil dan/atau tenaga profesional nonpegawai negeri sipil sesuai dengan kebutuhan BLU.
(2) Syarat pengangkatan dan pemberhentian pejabat pengelola dan pegawai BLU yang berasal dari pegawai negeri sipil sebagaimana dimaksud pada nomor (1) disesuaikan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepegawaian.
6.2. Pembinaan dan Pengawasan
(1) Pembinaan teknis BLU dilakukan oleh menteri/pimpinan lembaga/kepala SKPD terkait.
(2) Pembinaan keuangan BLU dilakukan oleh Menteri Keuangan/PPKD sesuai dengan kewenangannya.
(3) Dalam pelaksanaan pembinaan sebagaimana dimaksud pada nomor (1) dan nomor (2) dapat dibentuk dewan pengawas.
(4) Pembentukan dewan pengawas sebagaimana dimaksud pada nomor (3) berlaku hanya pada BLU yang memiliki realisasi nilai omzet tahunan menurut laporan realisasi anggaran atau nilai aset menurut neraca yang memenuhi syarat minimum yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
(5) Dewan pengawas BLU di lingkungan pemerintah pusat dibentuk dengan keputusan menteri/pimpinan lembaga atas persetujuan Menteri Keuangan.
(6) Dewan pengawas BLU di lingkungan pemerintah daerah dibentuk dengan keputusan gubernur/bupati/walikota atas usulan kepala SKPD.
6.3. Pemeriksaan
(1) Pemeriksaan intern BLU dilaksanakan oleh satuan pemeriksaan intern yang merupakan unit kerja yang berkedudukan langsung di bawah pemimpin BLU.
(2) Pemeriksaan ekstern terhadap BLU dilaksanakan oleh pemeriksa ekstern sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
6.4. Remunerasi
(1) Pejabat pengelola, dewan pengawas, dan pegawai BLU dapat diberikan remunerasi berdasarkan tingkat tanggung jawab dan tuntutan profesionalisme yang diperlukan.
(2) Remunerasi sebagaimana dimaksud pada nomor (1) ditetapkan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan/gubernur/bupati/walikota atas usulan menteri/pimpinan lembaga/kepala SKPD, sesuai dengan kewenangannya.
12. KETENTUAN LAIN
(1) Investasi yang telah dimiliki atau dilakukan oleh instansi pemerintah pada badan usaha dan/atau badan hukum sebelum ditetapkan menjadi PPK-BLU dianggap telah mendapat persetujuan investasi dari Menteri Keuangan/gubernur/bupati/walikota, sesuai dengan kewenangannya, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 nomor (1) PP No. 23 Tahun 2005 pada saat instansi pemerintah dimaksud ditetapkan menjadi PPK-BLU.
(2) Dengan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005, status Badan Usaha Milik Negara yang berbentuk perusahaan jawatan (Perjan) beralih menjadi instansi pemerintah yang menerapkan PPK-BLU.
13. KETENTUAN PERALIHAN
(1). Perguruan tinggi berstatus Badan Hukum Milik Negara dengan kekayaan negara yang belum dipisahkan dapat menerapkan PPKBLU setelah memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dan Pasal 5 PP No. 23 Tahun 2005
(2). Pada saat berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005, Badan Usaha Milik Negara yang berbentuk perusahaan jawatan (Perjan) yang statusnya beralih menjadi PPK-BLU sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 nomor (2) PP No.23 Tahun 2005, wajib melakukan penyesuaian.
(3). Ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan BLU berlaku paling lambat 31 Desember 2005.
0 Responses to "Pengelolaan Keuangan BADAN LAYANAN UMUM"
Post a Comment