Free Website Hosting

-Kerja Online dengan modal klik saja-

Pengertian dan ruang lingkup Keuangan Negara


1.  Pengertian Dan Ruang Lingkup Keuangan Negara.
Undang-undang Keuangan Negara menciptakan lingkungan pendukung dengan menciptakan landasan bagi tatanan kontraktual kinerja antara lembaga-lembaga pusat (central agency) yaitu Kementerian Keuangan dan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional dengan Kementerian Negara/Lembaga teknis. Kesepakatan-kesepakatan ini mencerminkan platform politik Pemerintah. Undang-undang Keuangan Negara secara eksplisit menguraikan hubungan antara Presiden, Kementerian Keuangan sebagai Chief Financial Officer (CFO), dan Kementerian Negara/Lembaga yang menjalankan fungsi Chief Operational Officer (COO).
Central agency (dhi Kemenkeu dan KemenPPN) mengkoordinasikan penyusunan prioritas pembangunan dan prioritas anggaran, menelaah rencana kerja dan anggaran sesuai dengan kewenangan masing-masing, dan menetapkan prosedur perencanaan dan penganggaran. CFO memberikan kepastian pendanaan dalam kerangka keberlanjutan fiskal, dan menetapkan aturan main dan praktek-praktek yang mendukung dan menuntut pemanfaatan sumberdaya secara efisien. Sebagai imbalan dari penerapan kerangka penganggaran yang disiplin, COO sebagai pengguna anggaran mendapatkan kewenangan yang memadai dalam penyediaan layanan umum. Kemudian, tanggung-jawab COO meliputi: merumuskan strategi kementerian negara/lembaga yang jelas, menyusun rencana kerja dan anggaran, menggunakan sumberdaya secara efisien dan efektif, melaporkan kinerja dan penggunaan sumber daya yang tersedia, serta melakukan evaluasi atas hasil kinerja. ( SUMBER: PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 20 TAHUN 2004 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH )

2. Pengertian  dan Lingkup Keuangan Negara

Sampai dengan terbitnya Undang-undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara, pengelolaan keuangan negara Republik Indonesia sejak kemerdekaan tahun 1945 menggunakan aturan ICW (Indonsische Comptabiliteits Wet/UUPI), Indische Bedrijvenwet (IBW) dan Reglement voor het Administratief Beheer (RAB) serta IAR (Indische Algemene Regenkamer). ICW ditetapkan pada tahun 1864 dan mulai berlaku tahun 1867......terakhir ditetapkan sebagai UUPI/Undang-undang Perbendaharaan Indonesia dengan UU No 9 Tahun 1968, Indische Bedrijvenwet (IBW) Stbl. 1927 No. 419 jo. Stbl. 1936 No. 445 dan Reglement voor het Administratief Beheer (RAB) Stbl. 1933 No. 381.
Dengan terbitnya UU 17 tahun 2003 diharapkan pengelolaan keuangan negara “dapat mengakomodasikan berbagai perkembangan yang terjadi dalam sistem kelembagaan negara dan pengelolaan keuangan pemerintahan negara Republik Indonesia.”

Undang-undang 17 Tahun 2003 memberi batasan keuangan negara sebagai “semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.” Secara rinci sebagaimana diatur dalam pasal 2 UU 17 Tahun 2003, ruang lingkup Keuangan Negara terdiri dari :
a.    hak negara untuk memungut pajak, mengeluarkan dan mengedarkan uang, dan melakukan pinjaman;
b.    kewajiban negara untuk menyelenggarakan tugas layanan umum pemerintahan negara dan membayar tagihan pihak ketiga;
d.    Pengeluaran Negara/Daerah;
e.    kekayaan negara/kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa uang, surat berharga, piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan negara/ perusahaan daerah;
f.     kekayaan pihak lain yang dikuasai oleh pemerintah dalam rangka penyelenggaraan tugas pemerintahan dan/atau kepentingan umum;
g.    kekayaan pihak lain yang diperoleh dengan menggunakan fasilitas yang diberikan pemerintah.

Ruang lingkup terakhir dari Keuangan Negara tersebut dapat meliputi kekayaan yang dikelola oleh orang atau badan lain berdasarkan kebijakan pemerintah, yayasan-yayasan di lingkungan kementerian negara/lembaga, atau perusahaan negara/daerah.

Dalam pelaksanaannya, ada empat pendekatan yang digunakan dalam merumuskan keuangan negara, yaitu dari sisi obyek, subyek, proses, dan tujuan.
Obyek Keuangan Negara meliputi semua ”hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kebijakan dan kegiatan dalam bidang fiskal, moneter dan pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan, serta segala sesuatu baik berupa uang, maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.”
Selanjutnya dari sisi subyek/pelaku yang mengelola obyek yang ”dimiliki negara,  dan/atau dikuasai oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Perusahaan Negara/Daerah, dan badan lain yang ada kaitannya dengan keuangan negara.”
Dalam pelaksanaannya, proses pengelolaan Keuangan Negara mencakup seluruh rangkaian kegiatan yang berkaitan dengan pengelolaan obyek sebagaimana tersebut di atas mulai dari perumusan kebijakan dan pengambilan keputusan sampai dengan pertanggunggjawaban.
Pada akhirnya, tujuan pengelolaan Keuangan Negara adalah untuk menghasilkan kebijakan, kegiatan dan hubungan hukum yang berkaitan dengan pemilikan dan/atau penguasaan obyek Keuangan Negara dalam rangka penyelenggaraan kehidupan bernegara.

3.  Siklus ANGGARAN
Pengelolaan keuangan negara setiap tahunnya dituangkan dalam UU APBN. Dengan demikian seluruh program/kegiatan pemerintah harus dituangkan dalam APBN (azas universalitas) dan tidak diperkenankan adanya program/kegiatan yang dikelola di luar APBN (off budget).
Siklus ANGGARAN (APBN) terdiri dari:
1.    Perencanaan dan Penganggaran
2.    Penetapan Anggaran
3.    Pelaksanaan Anggaran
4.    Pemeriksaan Anggaran
5.    Pertanggungjawaban
6.    Penetapan APBN-PAN

3.1.    Perencanaan dan Penganggaran
Perencanaan dan penganggaran merupakan suatu rangkaian kegiatan yang terintegrasi. Program yang akan dilaksanakan oleh Pemerintah wajib dituangkan dalam suatu rencana kerja. Ketentuan tentang perencanaan ini diatur dalam Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SISPENAS).
Rencana Kerja terdiri dari RPJP untuk masa 20 tahun, RPJM untuk masa 5 tahun, dan RKP untuk masa 1 tahun*). Di tingkat Kementerian/Lembaga untuk rencana jangka menengah disebut Renstra Kementerian/Lembaga dan untuk rencana kerja tahunan disebut RKA-KL sebagaimana diatur dalam PP 20 Tahun 2004 (Tentang Rencana Kerja Pemerintah).
Berdasarkan Undang-undang Nomor 17 tahun 2003, anggaran disusun berdasarkan rencana kerja. Dengan demikian, yang memperoleh alokasi anggaran adalah program/kegiatan prioritas yang tertuang dalam rencana kerja (RKA KL). Dengan mekanisme demikian, program/kegiatan Pemerintah yang direncanakan itulah yang akan dilaksanakan.
RKA-KL selanjutnya disampaikan ke Menteri Keuangan untuk dihimpun menjadi RAPBN. RAPBN ini selesai disusun pada awal Agustus untuk disampaikan ke DPR disertai Nota Keuangan.**)

3.2.    Penetapan Anggaran
Pembahasan RAPBN di DPR dilaksanakan dari bulan Agustus sampai dengan Oktober. Sehubungan dengan pembahasan RAPBN ini, DPR mempunyai hak budget yaitu hak untuk menyetujui (atau menolak) anggaran. Dalam hal DPR tidak setuju dengan RAPBN yang diajukan oleh pemerintah, DPR dapat mengajukan usulan perubahan atau menolaknya, namun DPR tidak berwenang untuk mengubah dan mengajukan usulan RAPBN.
Apabila DPR tetap tidak menyetujuinya maka yang berlaku adalah APBN tahun sebelumnya. APBN yang disetujui oleh DPR terinci sampai dengan organisasi, fungsi, program/kegiatan dan jenis belanja. Dengan APBN yang demikian berarti DPR telah memberikan otorisasi kepada kementerian/lembaga untuk melaksanakan program/kegiatan dengan pagu anggaran yang dimilikinya. APBN yang telah disetujui oleh DPR dan disahkan Presiden menjadi UU APBN dan selanjutnya dimuat dalam Lembaran Negara. UU APBN dilengkapi dengan rincian APBN yang dituangkan dalam “Peraturan Presiden tentang Rincian APBN”.

3.3.    Pelaksanaan APBN
APBN dilaksanakan oleh Pemerintah untuk periode satu tahun anggaran. Tahun anggaran adalah 1 Januari sampai dengan 31 Desember. Dengan demikian maka setelah berakhirnya tahun anggaran, tanggal 31 Desember anggaran ditutup dan tidak berlaku untuk tahun anggaran berikutnya.
Berdasarkan UU APBN dan Perpres Rincian APBN disiapkan  dokumen pelaksanaan anggaran untuk setiap Kementerian/Lembaga. APBN, walaupun telah diundangkan sebagai UU, tetap merupakan anggaran. Oleh karena itu, azas anggaran yang dikenal dengan nama azas flexibilitas tetap berlaku. Dalam rangka pelaksanaan azas ini, maka untuk mengakomodasi kondisi riil yang dapat saja berbeda dengan yang diasumsikan pada saat penyusunan anggaran, setiap tengah tahun berjalan dilakukan revisi APBN yang dikenal dengan APBN-Perubahan (APBN-P).
Untuk keperluan penyusunan APBN-P, pemerintah menyampaikan realisasi anggaran semester I disertai prognosis penerimaan dan pengeluaran semester II. Untuk keperluan internal seluruh Kementerian/Lembaga diwajibkan menyusun Laporan Keuangan Semesteran.
Dalam keadaan darurat, pemerintah dapat melakukan pengeluaran yang tidak tersedia anggarannya. Apabila pengeluaran tersebut terjadi sebelum APBN-P maka pengeluaran ini dimasukkan dalam APBN-P dan dilaporkan di Laporan Realisasi Anggaran disertai penjelasan. Apabila pengeluaran terjadi setelah APBN-P diundangkan, maka pengeluaran ini dilaporkan dalam Laporan Realisasi Anggaran disertai dengan penjelasan.
Apabila pada akhir tahun terdapat program/kegiatan yang belum selesai dilaksanakan atau anggaran belum terserap, tidak dapat dilanjutkan ke tahun anggaran berikutnya kecuali ada kebijakan pemerintah untuk luncuran APBN. Namun demikian, berhubung APBN hanya berlaku untuk periode satu tahun, maka apabila ada kebijakan luncuran APBN wajib dimasukkan dalam APBN tahun anggaran berikutnya.
Laporan pertanggungjawaban berupa laporan keuangan. Laporan keuangan dimaksud setidak-tidaknya terdiri dari Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, Laporan Arus Kas, dan Catatan atas Laporan Keuangan. Laporan keuangan yang disampaikan ke DPR adalah laporan keuangan yang telah diaudit oleh BPK. Laporan keuangan tersebut dilampiri dengan laporan keuangan perusahaan negara dan badan lainnya.
Berdasarkan UU Nomor 1 tahun 2004, keseluruhan komponen tersebut dipertanggungjawabkan sebagai wujud akuntabilitas pengelolaan keuangan negara, yang ruang lingkupnya telah diuraikan sebelumnya.
Untuk penyusunan LKPP, setiap Kementerian/Lembaga sebagai pengguna anggaran/barang wajib menyampaikan pertanggungjawabannya kepada Presiden yang berupa Neraca, Laporan Realisasi Anggaran dan Catatan atas Laporan Keuangan. Kementerian/Lembaga merupakan entitas pelaporan sehingga terhadap laporan keuangannya dilakukan pemeriksaan oleh BPK untuk memberikan opini atas kewjaran penyajian laporan keuangan.

3.4.    Pemeriksaan Anggaran
Pemeriksaan atas pertanggungjawaban pelaksanaan anggaran dilaksanakan oleh BPK. Pemeriksaan ini dilaksanakan selama 2 bulan setelah laporan pertanggungjawaban atas pelaksanaan anggaran yang berupa laporan keuangan, selesai disusun. Disamping itu terdapat pemeriksaan dan pengelolaan keuangan yang dapat dilaksanakan sepanjang tahun. Pemeriksanaan ini dapat dilaksanakan oleh BPK ataupun APIP.

3.5.    Pertanggungjawaban atas Pelaksanaan Anggaran
Berdasarkan UU Nomor 17 tahun 2003, RUU pertanggungjawaban atas pelaksanaan anggaran disampaikan ke DPR paling lambat akhir bulan Juni tahun berikutnya.

0 Responses to "Pengertian dan ruang lingkup Keuangan Negara"

Powered by Blogger